Begitu banyak kenikmatan yang Allah karuniakan kepada kita. Kenikmatan yang tiada terhitung dan tak dapat pula diganti dengan emas permata. Salah satunya adalah nikmat sehat yang banyak kita lalaikan. Akan tetapi, bagaimana jika Allah menghendaki kesehatan itu lenyap dari kita sehingga kita menderita sakit? Apakah yang harus kita lakukan agar sakit yang kita alami dapat berubah menjadi ladang pahala dan penghapus dosa?
Orang yang sedang jatuh sakit berkewajiban untuk rela menerima ketetapan Allah, bersabar menghadapi takdir-Nya, dan berprasangka baik kepada-Nya. Semua itu akan lebih baik baginya.Hal itu sebagaimana pernah disinggung Rasullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya,
عجبا لأمر المؤمن إن أمره كله خير وليس ذاك لأحد إلا للمؤمن إن أصابته سراء شكر فكان خيرا له وإن أصابته ضراء صبر فكان خيرا له
“Sungguh mengagumkan urusan orang Mukmin. Sesungguhnya semua urusannya adalah baik , dan hal itu tidak dimiliki oleh siapapun kecuali orang Mukmin. Jika dia mendapatkan kesenangan, dia bersyukur, dan demikian itu lebih baik baginya. Jika ditimpa kesusahan, dia akan bersabar, dan demikian itu lebih baik baginya.” (HR. Muslim, al Baihaqi dan Ahmad )
Orang yang sakit harus benar-benar berada dalam keadaan antara rasa takut dan berharap, takut kepada siksa Allah atas dosa-dosanya disertai dengan perasaan mengharapkan rahmat-Nya. Dasarnya adalah hadis Anas radhiyallahu ‘anhu:“Bahwasannya Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah menjenguk seorang pemuda saat menjelang kematiannya. Kemudian beliau bertanya : “Apa yang engkau rasakan?” Dia menjawab: Demi Allah, wahai Rasulullah, sesungguhnya aku benar-benar berharap kepada Allah dan sesungguhnya aku takut akan dosa-dosaku.” Maka Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
لا يجتمعان في قلب عبد في مثل هذا الموطن إلا أعطاه الله ما يرجو وآمنه مما يخاف
“Tidak akan bersatu dalam hati seorang hamba kedua hal tersebut dalam keadaan semacam ini (sakit), melainkan Allah akan merealisasikan harapannya dan memberikan rasa aman dari apa yang dia takuti.” (HR. Turmudzi dan yang lainnya dengan sanad hasan).
Separah apapun penyakit yang diderita seseorang, dia tidak diperbolehkan untuk mengharapkan kematian. Pernyataan ini berdasarkan hadis Ummu al-Fadhl (istri Abbas) radiyallahu ‘anha, bahwasannya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah menjenguk mereka, sementara ‘Abbas, paman Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, tengah mengeluh (karena sakit) sampai mengharapkan kematian. Maka Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
يا عباس يا عم رسول الله لا تتمن الموت ان كنت محسنا تزداد إحسانا إلى إحسانك خير لك وان كنت مسيأ فان تؤخر تستعتب خير لك فلا تتمن الموت
“Wahai pamanku, janganlah engkau mengharapkan kematian. Karena sesungguhnya, jika engkau seorang yang baik lalu diberi usia yang panjang, engkau bisa menambah kebaikanmu, dan itu lebih baik. Adapun jika engkau seorang yang banyak berbuat buruk lalu diberi tenggang usia, kemudian engkau berhenti dari perbuatan buruk tersebut dan bertobat, maka yang demikian itu lebih baik. Karena itu janganlah engkau mengharapkan kematian.” (HR. Ahmad)
Dalam riwayat yang lain, yang disebutkan oleh as-Syaikhan (Bukhari dan Muslim), al-Baihaqi (III/377) dan lainnya dari hadis Anas, dengan kalimat senada dengan hadis tersebut secara marfu’, di dalamnya disebutkan :
فَإِنْ كَانَ لا بُدَّ فاعلاً فليقُل : اللَّهُمَّ أَحْيني ما كَانَت الْحياةُ خَيراً لِي وتوفَّني إِذَا كَانَتِ الْوفاَةُ خَيْراً لِي
“Kalau dia terpaksa harus melakukan hal tersebut (mengharapkan kematian), hendaklah dia berdoa: ‘Ya Allah, hidupkanlah aku jika hidup ini lebih baik bagiku dan matikanlah aku jika kematian itu lebih baik bagiku.’” Hadis shahih, sebagaimana telah di-takhrij dalam kitab Irwaa-ul Ghalil (no. 683).
Jika orang yang sakit itu mempunyai beberapa kewajiban yang harus dibayarkan, hendaklah ia segera menunaikan kepada yang berhak, jika memang dia tidak merasa kesulitan untuk melakukannya. Jika tidak demikian, hendaklah dia berwasiat mengenai kewajibannya. Dalilnya adalah sabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam:
من كانت له مظلمة لأخيه من عرضه أو شيء فليتحلله منه اليوم قبل أن لا يكون دينار ولا درهم إن كان له عمل صالح أخذ منه بقدر مظلمته وإن لم تكن له حسنات أخذ من سيئات صاحبه فحمل عليه
“Barangsiapa yang pernah mendzlimi saudaranya, baik terhadap kehormatan maupun hartanya, hendaklah dia meminta untuk dihalalkan sekarang, sebelum tiba hari Kiamat , ketika dinar dan dirham tidak lagi diterima. Jika dia memiliki amal shalih, maka amal itu akan diambil sesuai besar kedzalimannya dan diberikan kepada yang berhak. Jika dia tidak memiliki amal shaleh maka dosa-dosa orang yang didzalimi akan diambil dan dibebankan kepadanya.”
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda :
مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ دَيْنٌ فَلَيْسَ ثَمَّ دِيْنَارٌ وَلاَ دِرْهَمٌ
“Siapa yang meninggal dunia sementara dia masih menaggung hutang maka (sadari) di sana (akhirat) tidak ada lagi dinar dan dirham, melainkan kebaikan dan keburukan.” (HR. Hakim, Abu Dawud, At-Thabarani, dan dishahihkan al-Albani)
Keharusan untuk segera merealisasikan wasiat bagi orang yang sakit. Hal ini didasarkan pada sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam :
ما حق امرئ مسلم له شيء يريد أن يوصي فيه يبيت ليلتين إلا ووصيته مكتوبة عنده
“Tidaklah benar bagi seorang Muslim yang masih bertahan hidup dua malam, sementara dia mempunyai sesuatu yang hendak dia wasiatkan, melainkan wasiatnya sudah tertulis dekat kepalanya.” (HR. Muslim)
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallammemerintakan untuk berobat dan berupaya mencari kesembuhan serta tidak berputus asa dari kesembuhan atas suatu penyakit.Dari Jabir bin ‘Abdillah, dari Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam, bahwasannya beliau bersabda :
لكل داء دواء فإذا أصيب دواء الداء برأ بإذن الله عز و جل
“Setiap penyakit itu pasti ada obatnya. Oleh karena itu, barang sipa yang tepat dalam melakukan pengobatan suatu penyakit, maka dengan izin Allah ‘azza wa jalla dia akan sembuh.” (HR. Muslim, Ibn Hiban, dan Hakim)
Dari abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia bercerita bahwa Rasulullah bersabda :
ما أنزل الله داء إلا أنزل له دواء
“Tidaklah Allah menurunkan suatu penyakit, melainkan Dia turunkan obat untuknya.” (HR. Ibn Majah dan dishahihkan al-Albani)
Saudariku hayatilah hadis Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam berikut, semoga menjadi penghibur bagi engkau yang sedang sakit.
Dari Abu Sa’id dan Abu Hurairah radiyallahu’anhuma, bahwa Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
مَا مِنْ مُصِيبَةٍ تُصِيبُ الْمُسْلِمَ إِلاَّ كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا عَنْهُ، حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا
“Tidaklah seorang muslim ditertimpa kepayahan, penyakit, keguncangan, kedukaan, maupun kesulitan, bahkan sampai duri yang menusuknya, melainkan dengannya Allah akan menghapukan kesalahan-kesalahannya.” ( Mutatafaq’alaih)
Dari Ibnu Mas’ud radiyallahu ‘anhu, ia berkata, aku pernah masuk ketempat Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam, ketika beliau tengah menderita sakit panas, lalu aku bertanya: “Ya Rasulullah, sesungguhnya engkau benar-benar menderita sakit panas yang sangat tinggi.” Beliau menjawab:
“Benar, sesungguhnya aku menderita sakit panas seperti yang dirasakan oleh dua orang ( dilipatkan dua kali) diantara kalian.” Ibnu Mas’ud bertanya lagi: Itu berarti engkau mendapatkan dua pahala ? Beliau menjawab : “Benar, seperti itulah kiranya.
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يُصِيبُهُ أَذًى مَرَضٌ فَمَا سِوَاهُ إِلاَّ حَطَّ اللَّهُ لَهُ سَيِّئَاتِهِ كَمَا تَحُطُّ الشَّجَرَةُ وَرَقَهَا
“Tidaklah seorang muslim tertimpa oleh suatu yang tidak menyenangkan, sakit atau yang lainnya, melainkan Allah akan menghapuskan kesalahan-kesalahannya. Dan dosanya akan berguguran sebagaimana pohon menggugurkan daunnya.” (Muttafaq ‘alaih)
Dari Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ يُرِد اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُصِبْ مِنْهُ
“Barang siapa yang Allah menghendaki kebaikan baginya, maka akan ditimpakan cobaan padanya.” ( HR. Al-Bukhari )
Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallamI bersabda:
إن عظم الجزاء مع عظم البلاء وإن الله إذا أحب قوما ابتلاهم فمن رضي فله الرضا ومن سخط فله السخط
“Sesungguhnya besarnya pahala tergtantung pada besarnya cobaan. Sesungguhnya Allah subhanahu wa ta’ala jika mencintai suatu kaum maka Dia akan memberikan cobaan kepada mereka. Barang siapa yang ridha maka dia akan memperoleh keridhaan-Nya dan barangsiapa yang murka maka dia akan memperoleh kemurkaan-Nya.” (HR. At-Tirmidzi, dia mengatakan; Hadis ini Hasan)
1. Terjemah Hukum Dan Tata Cara Mengurus Jenazah Menurut Al-Qur’an Dan As-Sunnah, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani,Pustaka Imam Asy-SYafi’i ,2005,Bogor.
2. Terjemah Syarah Riyadhush Shalihin Jilid 1, Syaikh Salim Bin ‘Ied Al-Hilali, Pustaka Imam Syafi’i Maret 2008.
3. Terjemah Bekam Cara Pengobatan Menurut Sunnah Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam, DR. Mumahammad Musa Alu Nashr, Pustaka Imam Asy-Syafi’i, September 2005.
Komentar :
Posting Komentar